Home » » STRATEGI " MENGAKALI "PENGKADERAN PMII

STRATEGI " MENGAKALI "PENGKADERAN PMII

Menegemen dan pengelolaan adalah bukti riil dalam suatu bentuk pengkaderan dalam sebuah organisasi, dan hal tersebutlah yang menjadi aspek terpenting dalam organisasi pergerakan seperti PMII. Semampu apa sebuah pergerakan menjaga hal tersebut maka sejauh itu pula pergerakan itu berumur panjang. Baik umur organisasinya maupun umur peran atau kontribusinya dalam dunia nyata. Peran strategsi sebuah pergerakan akan terus bertahan dalam waktu yang lebih panjang jika aktivis atau kader (SDM) yang terlahir dari mekanisme pengkaderannya memiliki standar ideal, yang diwujud nyatakan dalam diri atau kepribadian masing-masing aktivisnya.

Dalam konteks ini PMII, dengan manhaj ahlus sunnah wal jamaah yang sampai sekarang menjadi prinsip landasan pikir yang masih di pegang teguh oleh kader PMII rayon syariah. Maka tidak bisa dipungkiri bahwa PMII, (pertama) telah melakukan proses adaptasi dan terbuka dengan bentuk ormas- ormas islam yang lain dan juga tidak mengesampingkan tradisi budaya yang berlaku di indonesia, sebagai bentuk modal akulturasi budaya dan ideologi yang pernah di lakukan oleh walisongo. Walau begitu, (kedua) kekhasan model pengkaderan berbagai ormas Islam di Indonesia sangat di pertimbangkan untuk mencari atau membuat suatu bentuk pengkaderan yang lebih dinamis dan tidak bertentangan dengan manhaj dari PMII itu sendiri. Kedua hal ini bisa dipahami dari referensi dan kultur yang digunakan dalam proses pengkaderan PMII dari sejak beridiri hingga kini.

Istilah-istilah seperti tujuan, misi, kekuatan, dan kelemahan pun pertama kali dirumuskan untuk menghadapi berbagai persoalan di medan tempur.  Kata strategi berasal dari bahasa Yunani strategos, yang merujuk pada jenderal militer.  Strategos menyatukan stratos (pasukan) dan ago (memimpin).

 Menurut Webster’s New World Dictionary, strategi adalah “ilmu perencanaan dan pengarahan operasi militer berskala besar, ilmu bagaimana memanuver kekuatan ke dalam posisi yang paling menguntungkan sebelum benar-benar berhadapan dengan musuh.”

            Dalam hal pengkaderan  PMII yang sangat di tonjolkan adalah strategi perang antar ideology yang di bawa masing- masing organisasi islam itu sendiri. Dalam perumusan strategi kita harus ,terlebih dahulu menganalisis dulu diri kita( PMII) apa kekurangan kita dan apa kekuatan kita sehingga kita bisa berperang dalam ideologisasi yang berkembang sangat kompleks di kalangan masyarakat itu sendiri. Bagaimana cara kita bisa mengaplikatifkan landasan pikir ahlus sunah wal jamah ke masyarakat dan kalangan mahasiswa itu sendiri, sehingga bisa mendasari hidupnya, sehingga kader PMII dapat membawa manhajul fikri nya hingga ke parlemen yang akan membawa bentuk pemerintahan yang lebih ideal. Baik organisasi bisnis maupun militer PMII pun mesti beradaptasi pada perubahan dan terus-menerus memperbaiki diri agar sukses dalam pengkaderannya .  Tak jarang,perusahaan tidak mau mengubah strategi mereka ketika kondisi lingkungan dan persaingan membutuhkan adanya perubahan.  Bagaimana kita bisa membawa PMII pada tempat yang strategis dengan perencanaan- perencanaan yang matang dengan SDM nya yang sudah mumpuni dalam setiap menjawab persoalan – persoalan yang ada di dunia. Dalam hal ini kita sudah di hadapkan perang besar antar ideology, dalam hal ini banyak ormas yang sudah keluar dari dasar pemikiran kita dan banyak yang meminati itu. Dengan perumusan- perumusan system pengkaderan yang melihat ke depan bukan ke belakang, dengan kata lain pemutahiran bentuk pengemasan dalam konsep ideology itu sendiri.

Gluck pernah  menawarkan sebuah contoh militer klasik yang dapat di aplikasikan ke PMII dari hal tersebut  : Ketika Napoleon menang, hal itu dikarenakan lawan-lawannya terpaku pada strategi, taktik, dan organisasi perang dari masa sebelumnya.  Ketika ia kalah -melawan Wellington, Rusia, dan Spanyol- itu karena ia menggunakan strategi yang telah paten melawan musuh-musuh yang punya pikiran segar, yang mengembangkan strategi bukan dari perang sebelumnya, namun perang yang selanjutnya. Hal seperti itulah yang kita harus tiru dalam strategi  pengkaderan dalam PMII. Dalam PMII aswaja hanya sebagai ideology saja tapi bentuk aplikatif yang di tawarkan ke masyarakat dan mahasiswa itu belum sepenuhnya menjadi landasan pikir yang dapat di laksanakan dengan tindakan riil, dan aswaja pula sekarang menjadi ideology bukan landasan pikir yang dapat  membuat tataanan hidup dalam masyarakat sesuai dengan apa yang telah kita perjuangkan.

PMII adalah gerakan mahasiswa yang masih berpegang teguh pada pedoman ahlussunnah waljamaah. Jadi kita di tempat yang sangat strategis untuk menyebarkan manhaj kita. karena sesungguhnya mahasiswa itu sendiri adalah putra daerah yang senantiasa akan kembali ke daerahnya masing- masing. Sehingga memudahkan kita dalam membumingkan aswaja sebagai landasan pikir yang dapat diterima masyarakat luas. Sehingga bagaimana kita dapat memperdayakan kader lewat konsep pengkaderan yang matang.

Dalam pemanfaatan atau pengembangan SDM dari kader kita sendiri, kita dapat menggunakan bentuk tadarosa atau lebih sering di kenal diskusi, dalam diskusi itu kita dapat menambah dan mengembangkan SDM dari diri kader itu sendiri. Jadi dalam setiap kita berkumpul tidak terbilang hanya ngobrol yang berdalih memper erat pengkaderan tapi ada suatu pembahasan tentang PMII dan ideologinya sendiri. Sehingga ada pemikiran- pemikiran yang perlu kita diskusikan sehingga mendapat suatu bentuk penyelesaian yang dapat mengatasi permasalahan masyarakat. Karena mahasiswa adalah agen social of change, kita harus mempunyai pemikiran revolusioner dan memandang ke depan bukan kebelakang dalam hal strategi, karena yang akan kita hadapi bukan hal yang kemarin tapi sesuatu yang baru yang lebih dinamis dan rasionalis. Ksarena sesuatu yang rasionalis lah yang dapat diterima masyarakat di era sekarang ini. Dan PMII harus melakukan itu lewat diskusi- diskusi yang menghasilkan bentuk pengkaderan yang ideal sesuai dengan perkembangan jaman. Salaam ini yang dirasa ormas- ormas islam lain itu PMII dan ASWAJA itu sudah usang.

Bagaimana kita dapat memodifikasi bentuk pengkaderan kita dalam kemasan yang baru dan tidak melupakan tradisi kita serata tidak bertolak belakang dengan ASWAJA itu sendiri. Atau dengan cara seperti multi level marketing ( MLM ) itu yang sudah dilakukan ormas laen untuk menjalankan misi mereka demi menyebarluaskan kader lewat MLM, yang terbukti dalam bisnis MLM  bisa di bilang sukses, kemudian di aplikasikan kedalam bentuk pengkaderan yang ada di suatu organisasi. Dan yang tak bisa dipungkiri bahwa kita hidup di IAIN yang semuanya muslim dan terbilang mayoritas dari pondok, sehingga dapat di manfaatkan dengan pola pengkaderan yang ada di pondok yang itu bisa dikatakan sukses dalam dunia riilnya, sehingga langkah itu seharusnya kita lakukan dengan wajah yang lebih dinamis dengan membuka pesantren mahasiswa, atau bisa kita kemas dengan wajah yang baru, atau yang lainnya yang itu bisa menarik masa dan mungkin dalam seistem pengkaderannya sangat terorganisir dengan rapi, dan langkah itu sudah diulakukan organisasi KAMMI dalam penyampaian ideologynya yang sering kita dengar pesma Qolbun Salim. Sebenarnya apa yang sudah kita lakukan adalah konsep distribusi kader ke organ intra sangat lah bagus, tapi hanya kurang begitu maksimal, karena kurangnya pengawalan yang ada dari pihak extra itu sendiri yang malah menghasilkan kekecewaan- kekecewaan kader yang berimbas pada mati nya bentuk pengkaderan itu sendiri.

Dalam strategi pengkaderan kita tidak boleh melupakan managemen, karena dengan managemen yang baik organisasi itu akan baik. Dalam bentuk pengkaderan sekarang ini  seharusnya  garis koordinasi yang jelas dan pengawalan- pengawalan yang harus di lakukan dari pihak organ ekstra secara terperinci dan tersusun rapi sehingga kader dapat merasa nyaman dan merasa di perhatikan oleh senior- seniornya. Sehingga kita dapat mengeksploitasi SDM mereka dan menanamkan dasar pemikiran ASWAJA kita ke dalam otak dan hati mereka sehingga dimanapun dan sampai kapanpun, mereka masih merasa warga PMII, dan yang tak kalah pentingnya bahwa kita bukan organisasi masa yang bisa dibilang besar tapi kosong, tapi besar tapi berisi.

Dalam hal ini strategi pengkaderan yang belum bisa kita jalankan adalah pengkaderan secara simbolik, dalam hal simbolik adalah kader kita masih merasa malu memakai atribut PMII, sehingga dalam pengkaderan seperti ini bisa dibilang bisa mengena dalam hal marketing, atau menarik minat bagi calon kader. Tapi hal itu masih sangat bisa diperbaiki, tapi yang paling kita lupakan adalah ideology atau ajaran- ajaran dalam PMMI dan aswaja itu sendiri jarang bisa dilakukan dalam sikap maupun perbuatan sehari- hari, sehingga  dapat membawa image yang buruk dalam suatu organisasi. Sehingga  perlu kita ketahui pula bahwa strartegi pengkaderan secara simbolik seperti itu, yang dapat menampilkan ideology suatu organisasi. Dan kita bukan hanya mencari masa tapi juga mendoktrin mereka ke pergaulan atau komunitas yang berlandaskan ASWAJA. Dalam suatu kerajaan untuk memperlihatkan kekuasaannya mereka perlu yang namanya identitas, sehingga dapat menghegemoni masyarakat luar bahwa seperti inilah bangsaku, begitu pula PMII.  Dalam ilmu sosiologi labeling itu di berikan masyarakat dengan menilai perbuatan dan tingkah lakunya atau dasar pemikiran obyek itu, dalam pengkaderan PMII yang paling harus dibenahi adalah sikap dan perbuatan kita yang ber-asaskan ahlus sunnah wal jamah yang harus kita angkat ke permukaan atmosphere pergerakan di IAIN walisongo  dan di Indonesia. Di kemudian hari  PMII akan Berjaya dan dasar pemikiran ASWAJA kita menjadi tolak ukur dalam sikap atau perbuatan di Indonesia.

           

---------------

Oleh : Nazrul Umam (Ketua Depertemen Sosial dan Politik)


Nasrul Umam

0 komentar:

Posting Komentar

Like us on Facebook
Follow us on Twitter
Recommend us on Google Plus
Subscribe me on RSS