Home » » AGAMA SEBAGAI SENDI KEHIDUPAN

AGAMA SEBAGAI SENDI KEHIDUPAN


Dengan nama Allah yang maha pengasih lagi maha pemurah, segala puji syukur hanya-lah kepada-nya semata, yang mana telah memberi rahmat dan hidayah kepada kita, sehingga dalam kesempatan hari ini  kita dapat berkumpul bersama, dan semoga tempat ini termasuk tempat yang di ridhai oleh Allah Amieeen.

Pada mulanya agama datang dengan penuh perhatian tinggi kepada penderitaan manusia. Ia hadir sebagai respons terutama atas kesengsaraan hidup sehingga bisa di katakan bahwa agama adalah anak kandung paling sah dari penderitaan. Tidak ada agama yang datang sebagai ekspresi kesenangan dan kenikmatan hidup. Agama terutama agama-agama besar di dunia merupakan gerakan kritik terhadap upaya penistaan atas manusia. Sejumlah pendiri agama berasal dari kalangan masyarakat tertindas.

Musa, Isa, Muhammad dikenal luas sebagai tonggak utama dari gerakan pembela terhadap masyarakat tertindas, suku-suku terhina, dan kelompok-kelompok yang semakin terdesak ke pinggir. (Abd. Moqsith Ghazali). Mereka bukan hanya mengorbankan harta benda, lebih dari itu, nyaris kehilangan nyawa. Sungguh besar pengorbanan mereka di masa yang sungguh amat perih itu, sehingga mereka sampai mengorbankan harta dan nyawa mereka demi membela keadilan dan kebenaran. Misi diturunkannya Agama adalah untuk memberi pengarahan dan petunjuk bagi manusia dalam membangun toleransi dan kebebasan beragama.

Toleransi, yang dalam bahasa Arab al Tasamuh merupakan suatu ajaran inti Islam yang sejajar dengan ajaran lain, seperti kasih (rahmat), kebijaksanaan (hikmat), kemaslahatan universal (maslahat amat), keadilan (adl). Oleh karena itu setiap umat Islam wajib menyampaikan ajaran toleransi ke tengah umat sebagaimana kata Nabi, “Sampaikan-lah walau hanya satu ayat”. Sebagai ajaran fundamental, toleransi di tegaskan al-Qur’an. Menurut al-Qur’an, perbedaan agama bukan penghalang untuk merajut tali persaudara’an antar sesama manusia yang berlainan agama. Nabi Muhammad lahir ke dunia bukan untuk membela satu golongan, etnis, dan agama tertentu saja, melainkan rahmat li al-alamin.

Walhasil, tak ada alasan bagi seorang Muslim membenci orang lain karena ia bukan penganut Agama Islam. Membiarkan orang lain (al-akhar) tetapi memeluk Agama non-Islam adalah bagian dari perintah Islam sendiri. Bahkan toleransi yang ditunjukkan Islam kuat sehingga umat Islam dilarang memaki Tuhan-tuhan yang disembah orang-orang musyrik. Ini dinyatakan al-Qur’an yang berbunyi:“ janganlah kalian memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan”. Demikianlah kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan mereka-lah kembali mereka, lalu dia memberitahukan kepada mereka apa yang dahulu kerjakan”.

Ibnu Katsir menegaskan, ayat ini melarang Nabi dan umat Islam mencaci maki Tuhan-tuhan orang musyrik. Sebab jika umat Islam melakukan-nya, maka orang musyrik akan melakukan hal yang sama kepada Tuhan umat Islam. Ayat tersebut sekaligus menunjukkan bahwa kepercayaan seseorang terhadap suatu agama harus dilindungi. Menurut Islam, perbedaan ekspresi berkeyakinan atau berketuhanan tidak membenarkan seseorang mengganggu “yang lain”. Dengan kata lain, pemaksaan dalam perkara agama disamping bertentangan dengan harkat dan martabat manusia sebagai makhluk merdeka juga berlawanan dengan ajaran al-Qur’an. Allah berfirman:

“ Tidak boleh ada paksaan dalam agama. Sungguh telah nyata (berbeda) kebenaran dan kesesatan. Karena itu, barang siapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, sesungguhnya ia telah berpegang kepada tali yang amat kuat yang tak akan putus. Allah maha mendengar dan mengetahui”.

 Dari ayat di atas menerangkan bahwa tidak di paksakan bagi semua manusia dalam beragama, karena di situ adalah sudah terbukti nyata berbeda kebenaran dan kesesatan. Memilih agama adalah merupakan hak dan kewajiban manusia, karena dengan agama manusia akan mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, keadilan dan ke tidak adil-an, kebenaran dan kesesatan. Seperti dalam undang-undang dasar 1945 sebagai konstitusi juga menyatakan secara jelas bahwa “negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama-nya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama-nya dan kepercayaan-nya itu. Atas dasar undang-undang ini, semua warga negara, dengan beragam identitas kultural, suku, jenis kelamin, agama, dan sebagainya, wajib dilindungi oleh negara. Tidak dibolehkan-nya melakukan pemaksaan dalam agama ini bisa dimaklumi karena Allah memposisikan manusia sebagai makhluk berakal. Dengan akal-nya, manusia bisa memilih agama yang terbaik buat dirinya.

Allah berfirman:, “ Katakanlah: kebenaran itu datang dari Tuhan-Mu; maka barang siapa yang akan beriman, silahkan, dan barangsiapa yang ingin kafir, biarlah kafir.”

Ini berarti, manusia tidak memiliki kewenangan menilai benar dan tidaknya keyakinan. Itu pun dilakukan di akhirat kelak. Allah berfirman: “sesungguhnya Tuhan-mu yang akan memberikan vosi terhadap perselisihan yang terjadi diantara mereka, nanti pada hari kiamat.” Karena keimanan berpangkal pada keyakinan yang terpatri dalam hati, maka yang mengetahui hakikat keberimanan seseorang hanya Allah.

Demikian kajian yang dapat saya buat dan paparkan kritik dan saran saudara yang saya harapkan. Saya sebagai manusia biasa yang jauh dari kesempurnaan dan yang tak luput dari salah dan lupa, saya ucapkan mohon ma’af yang sebesar-besarnya apabila ada kesalahan dan kekurangan dalam penulisan atau pemaparan.

Wassalamu’alaikum wr. wb.

0 komentar:

Posting Komentar

Like us on Facebook
Follow us on Twitter
Recommend us on Google Plus
Subscribe me on RSS