Home » » PEREMPUAN DALAM KANCAH POLITIK

PEREMPUAN DALAM KANCAH POLITIK

Perempuan dalam Kancah Politik

Berbicara tentang gender, dewasa ini gender masih menjadi kontroversi di berbagai oknum dan kelompok agamawan. Misalnya, cenderung perempuan yang banyak tekanan dari orang tuanya dibanding laki-laki. Berbeda dengan laki-laki yang secara jasmaniah memiliki keberanian yang tinggi dibanding perempua. Yakni rasa takut kaum perempuan terhadap kejahatan (fear of crime) jauh lebih tinggi dibandingkan dengan apa yang dirasakan kaum laki-laki.  Hidup mereka seolah-olah berada dalam belenggu kehidupan. Malam berganti siang, siang berganti malam mereka tak pernah menikmati kebebasan masih tetap terbelenggu oleh tekanan dari orang tua.

Piranti sosiologis dan bahkan gender, bukan satu-satunya piranti ijtihad untuk memahami perempuan secara proforsional. Upaya yang dikonstruktif dan dikembangkan dalam pemikiran gender, sangat dilandasi oleh potensi keadilan gender dari pergulatan sejarah yang nisbi dan semu.

Misalnya, perempuan yang tinggal di daerah pesisir yang tak terjangkau oleh modernisasi. Tatkala mereka mencoba untuk menembus cakrawala baru dengan melintasi berbagai jaringan dalam kehidupan. Tapi takdir berkehendak lain apa yang mereka inginkan, sehingga mereka tidak mendapat restu dari orang tua.

Dampak dari fakta sosial yang ketimpangan dengan ekonomi dan budaya primitif, sehingga dapat menyebabkan beberapa tipe diskriminasi terhadap perempuan. Pertama, terjadi marginalisasi (pemiskinan ekonomi) terhadap perempuan. Kedua, terjadi subordinasi pada salah satu jenis seks, yang umumnya pada diri perempuan. Ketiga, pelabelan negatif (Stereotype) terhadap jenis kelamin tertentu. Keempat, kekerasan (Violence) terhadap jenis kelamin tertentu.

Sebelum jauh pembahasan, gender dapat didefinisikan sebagai persamaan peran dalam kehidupan manusia. Di sisi lain, gender merupakan kontruksi suatu kebudayaan atau sering dinamakan sebagai perubahan/kontruksi sosial bukan kodrati. Sehingga, dalam artikel ini saya mencoba untuk mengungkap persamaan peran perempuan dengan laki-laki dalam kancah percaturan politik.

Peran gender menjadi kontroversi berbagai kelompok masyarakat. Yang paling dominan menjadi korban kekerasan gender pada perempuan, dimana mereka selalu di diskriminasi dalam suatu institusi. Seperti kekerasan dalam rumah tangga, perempuan dianggap manusia nomer dua (Second Class Citizen). Sehingga, kebanyakan orang mengklaim bahwa perempuan harus tunduk pada kebijakan laki-laki.

Realisasi Gender Dalam Politik

Menyimak kiprah perempuan Kalimantan Barat dalam percaturan politik ataupun pemberdayaan masyarakat tergolong menonjol. Ini mencerminkan bahwa tak hanya laki-laki yang dapat menduduki kekuasaan dalam trias politika. Dimana mereka mampu meduduki baik lembaga eksekutif maupun legislatif. Yakni Juliarti Juhardi Alwi, yang terpilih sebagai Bupati Sambas dalam Pilkada 2011. Sebelumnya ia menjabat Wakil Bupati Sambas periode 2006-2011.

Di Kota Singkawang, Ketua DPRD juga dijabat seorang perempuan, yakni Tjhai Chui Mei. Pada lembaga legislatif itu hanya ada dua perempuan dari total 25 anggota. Perempuan yang menjadi anggota legislatif di kabupaten/kota seluruh Kalbar berjumlah 37 orang. Sementara di provinsi, empat dari 55 orang anggota DPRD Kalbar perempuan. Masih dalam kancah politik lokal, sebagian pemimpin partai politik ditingkat kabupaten/kota juga perempuan. Sebut saja ketua DPC Demokrat Kapuas Hulu Maura-Marselina Hiroh, Ketua DPC Demokrat Sambas-Ni Ketut Indrawati, Ketua DPC Demokrat Pontianak-Ermin Elviani, dan Ketua DPC Hanura Pontianak-Uray Henny Novita, (Kompas/06/12).

Dilihat dari uraian diatas mencerminkan bahwa perempuan memiliki hak dan mampu untuk menduduki sebuah kekuasaan dalam pemerintah. Namun, yang menjadi faktor penghambat perempuan dalam meraih kekuasaan politik disebabkan oleh minimnya pengalaman politik. Maka, disini membutuhkan pengalaman dalam belajar dan terjun di dunia politik. Sebenarnya peluang perempuan untuk terjun di bidang politik memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki. Namun, terkadang kiprah perempuan di kancah politik dipandang sebelah mata. Apalagi terkesan kalau perempuan itu hanya mampu menjadi “pembantu rumah tangga”.

Kehadiran perempuan dalam kancah perpolitikan merupakan prestasi yang sangat tinggi. Sebab, dengan terlibatnya dalam bidang politik diharapkan kekerasan yang sering menimpa perempuan akibat klaim ketidak setaraan antara perempuan dengan laki-laki. Sehingga, di sini perempuan lah yang menjadi korban diskriminasi. Selain menjadi prestasi, ini menjadi motivasi untuk mengurangi kesenjangan ekonomi dan pendidikan. Dimana di lingkungan masyarakat pinggiran perempuan sering kali menjadi sasaran diskriminasi.

Membedakan antara peran perempuan dan laki-laki, bahwa perempuan itu lemah sedangkan laki-laki itu kuat dan mampu meraih segalanya. Ini merupakan kebijakan semu yang dapat dikontruksi oleh histori, budaya, sosial, dan politik. Persoalan yang menghambat perempuan minimnya akses pendidikan dan kesehatan, sehingga banyak yang putus pendidikan sejak SMP. Disamping itu, meninggalnya perempuan disebabkan kekurangan akses kesehatan.

Masih banyak persoalan lain yang menyebabkan perempuan menjadi korban diskriminasi, misal minimnya akses lapangan kerja. Sehingga mereka terpaksa menjadi pembantu rumah tangga atau sering dinamakan Tenaga Kerja Wanita (TKW). Kiranya pemerintah perlu ada perhatian khusus terhadap usaha kecil menengah dan masyarakat miskin lainnya. 

0 komentar:

Posting Komentar

Like us on Facebook
Follow us on Twitter
Recommend us on Google Plus
Subscribe me on RSS